Pahlawan: Bukan Orang yang Tidak Pernah Takut
Pahlawan: Bukan Orang yang Tidak Pernah Takut
Hakim-hakim 6: 11–16
Ketika Pdt. Gloria Tesalonika menghubungi saya untuk menulis tentang tema Pahlawan, saya sedang di Singapura untuk cuti sabatikal di Gereja Presbyterian Bukit Batok (GPBB). Ini adalah momen pertama saya pergi ke luar negri. Saya pun baru satu minggu berada di Singapura. Namun, saya langsung paham, mengapa tidak sedikit orang Indonesia yang tidak mau kembali pulang.
Saya merasakan sebuah negara yang sangat teratur. Masyarakatnya disiplin. Menurut Pdt. Em. Joseph Theo yang sudah 12 tahun di sini, polisi di sini jumlahnya tidak banyak. Kalau banyak, mereka akan menganggur. Di sini, tingkat kejahatan sangat minim. Kita mau jalan kaki di luar rumah jam 1 atau jam 2 tengah malam, aman sekali. Tidak ada tuh orang ngamen, pengemis, manusia silver, preman di perempatan-perempatan lampu merah, apalagi begal.
Menurut data terbaru tahun 2025, tingkat pengangguran di SG hanya 2%. Itupun pemerintah Singapura memberikan tunjangan pengangguran sebesar $6.000 (sekitar Rp74 juta) per bulan selama enam bulan dengan syarat, yaitu harus aktif mencari pekerjaan dan memenuhi jumlah poin yang ditentukan.
Dari mana uangnya? Dari pajak warga negaranya sendiri. Yang kuat membantu yang lemah. Artinya, setiap pajak yang diambil pemerintah itu akan dikembalikan untuk rakyatnya lagi. Tidak ada jalan yang rusak di sini. Transportasi umum pun begitu rapi dan modern. Changi Airport sudah sering dinobatkan menjadi bandara terbaik di dunia. Pendidikan gratis sampai tingkat SMA dan mendapat insentif dari pemerintah saat kuliah. Asuransi dan fasilitas kesehatan yang sangat baik. Fasilitas TPA sampah yang mampu diubah menjadi listrik. Pertahanan dan keamanan negara yang terjamin. Masih banyak lagi jika mau dibeberkan satu per satu tentang pemanfaataan pajak di negara ini.
Bukankah itu makna menjadi pahlawan? Baik rakyat dan pejabatnya mampu mengambil peranannya masing-masing, kecil atau pun besar, dengan jujur, bertanggung jawab, dan bersih.
Bung Hatta pernah berkata, “Tujuan kita bernegara adalah untuk menciptakan kesejahteraan bersama, dan itu dimulai dari kontribusi kecil setiap individu.”
Jika kita bandingkan dengan Indonesia, apakah kita harus minder atau rendah diri? Tidak! Bukan itu tujuan tulisan ini saya buat. Namun, keadaan saat ini harus memicu dan memacu kita menjadi bangsa yang lebih baik. Jangan punya mental rendah seperti pembantu lagi seperti waktu kita dijajah. Jangan takut kalah! Sebaliknya, kita harus menjadi tuan rumah yang makmur di negeri sendiri, seberapa pun kecilnya bagian kita. Kita bisa belajar dari kisah Gideon di dalam Alkitab.
Suatu kali, Firman Tuhan datang lewat malaikat-Nya kepada Gideon, “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.” Betapa positif perkataan Tuhan kepada Gideon! Tuhan ingin mengangkat Gideon menjadi pahlawan yang gagah berani. Akan tetapi, apa reaksi Gideon? Ia minder! Tidak percaya diri!
Gideon berkata, “Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku.” (ay. 15)
Pada waktu itu, Israel kembali berbuat jahat di mata Tuhan. Tuhan menyerahkan mereka ke tangan orang Midian selama tujuh tahun (ay.1-6). Bangsa Midian menjarah hasil panen, merusak ternak, dan membuat bangsa Israel hidup dalam ketakutan — bersembunyi di gua-gua dan bukit-bukit.
Meskipun Israel berbuat jahat dan sedang dihukum, Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka. Ia ingin memakai Gideon menjadi game changer! Tuhan ingin menjadikan Gideon sebagai pahlawan yang mengubah keadaan.
Namun, nyali Gideon ciut. Ia kalah sebelum berperang. Mental block Gideon tidak hanya itu. Gideon menyesali keadaan dan seolah-olah menyalahkan Tuhan. Katanya, “Jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian,” (ay. 13).
Mental-mental seperti inilah yang membuat Gideon ikut bersembunyi di tempat pemerasan anggur. Takut kepada orang Midian. Ayat 11 jelas berkata, “Gideon, mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian.” Akan tetapi, justru di tempat persembunyian itulah malaikat Tuhan datang dan menyapanya dengan kata-kata mengejutkan: “Tuhan menyertai engkau, hai pahlawan yang gagah perkasa!”
Tentu, dari sisi manusia, sapaan itu terdengar ironis. Bagaimana mungkin orang yang sedang sembunyi disebut “pahlawan gagah perkasa”? Namun, di situlah rahasia panggilan Tuhan: Ia melihat potensi ilahi di balik kelemahan manusia.
Jawaban Tuhan kepada Gideon sangat sederhana, “Aku akan menyertai engkau.” (ay. 16). Perkataan Tuhan ini mengandung janji. Bagi setiap orang yang tidak mudah menyerah dan menyalahkan keadaan, Tuhan akan memberi jalan keluar untuk mengubah keadaan.
Inilah dasar sejati dari setiap pahlawan iman: penyertaan Tuhan dan kesediaan untuk mengubah poor mindset! Artinya, perjalanan Gideon adalah perjalanan perubahan dari minder menjadi taat. Dari takut menjadi pemberani. Dari lemah menjadi kuat! From zero to hero!
Pada mulanya, Gideon membawa 32.000 prajurit. Namun, Tuhan memberi petunjuk bahwa jumlah itu terlalu banyak! Firman Tuhan kepada Gideon, “Maka sekarang, serukanlah kepada rakyat itu, demikian: Siapa yang takut dan gentar, biarlah ia pulang, enyah dari pegunungan Gilead." Lalu pulanglah dua puluh dua ribu orang dari rakyat itu dan tinggallah sepuluh ribu orang.” (Hak 7: 3).
Singkat cerita, hanya 300 orang dipilih oleh Tuhan. Apakah Gideon takut? Ya! Alkitab dengan jujur berkata, “Pada malam itu berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Bangunlah, turunlah menyerbu perkemahan itu, sebab telah Kuserahkan itu ke dalam tanganmu. Tetapi jika engkau takut untuk turun menyerbu, turunlah bersama dengan Pura, bujangmu, ke perkemahan itu; maka kau dengarlah apa yang mereka katakan… (Hak 7: 9-11).” Tuhan tahu Gideon takut. Oleh karena itu, Tuhan memberi solusi penuh kasih. Tuhan tidak menegur Gideon, tetapi menyuruhnya mendengar percakapan orang Midian agar imannya dikuatkan.
Ketika Gideon mengendap ke perkemahan, ia mendengar seorang tentara Midian menceritakan mimpi: “Aku bermimpi: tampak sekeping roti jelai terguling masuk ke perkemahan orang Midian... demikianlah kemah ini habis runtuh.” (7: 13)
Temannya menafsirkan: “Itu pedang Gideon, orang Israel; Allah telah menyerahkan orang Midian dan seluruh perkemahan ini ke dalam tangannya.” Setelah mendengar itu, Gideon tersungkur dan menyembah Tuhan (7: 15). Rasa takutnya berubah menjadi keyakinan dan penyembahan.
Setelah keyakinannya dipulihkan, Gideon bangkit dan berkata kepada pasukannya, “Bangunlah, sebab TUHAN telah menyerahkan perkemahan orang Midian ke dalam tanganmu!” (7: 15)
Di sini kita melihat transformasi luar biasa. Dari seorang yang takut, Gideon menjadi pahlawan yang berani melangkah dalam iman. Dari kisah Gideon, kita bisa belajar bahwa pahlawan sejati bukanlah orang yang tidak pernah takut, tetapi orang yang tetap melangkah walau takut — karena percaya bahwa Tuhan akan menyertai.
Bagaimana peran kita sekarang di dalam mengisi kemerdekaan pada Hari Pahlawan ini? Adakah kita sudah menjadi pahlawan? Atau, kita masih takut untuk melangkah? Atau, kita masih punya paradigma sebagai warga kelas tiga yang sudah nyaman atau apatis atau takut atau menyerah dengan keadaan?
Kita mungkin merasa seperti Gideon: tidak cukup kuat, tidak cukup rohani, tidak cukup layak. Namun, Tuhan berkata hal yang sama hari ini kepadamu dan kepadaku, “Hai pahlawan yang gagah perkasa, Aku menyertaimu.”
Untuk itu, berusahalah tetap menjadi:
- pahlawan iman di tempat kerja yang penuh kompromi dan korupsi
- pahlawan kasih di tengah dunia yang dingin dan pesimis
- pahlawan keluarga di tengah krisis kesetiaan
- pahlawan …………… (silakan Saudara mengisinya sendiri)
Mari kita berdoa,
Tuhan, sering kali kami merasa lemah dan tidak mampu.
Kami ini kecil. Kadang kami menyerah dan menyalahkan keadaan.
Tapi hari ini Engkau mengingatkan kami bahwa Engkau melihat kami berbeda:
sebagai pahlawan yang Engkau pilih dan Engkau kuatkan,
Ajarlah kami untuk taat, percaya, dan melangkah bersama-Mu.
Dalam nama Yesus, Pahlawan kami yang sejati, kami berdoa. Amin.
Pdt. Kukuh Aji Irianda

Komentar